Sambangi Pameran, Atikoh Ganjar Tafsirkan Filosofi Lukisan dengan Tepat

By Abdi Satria


nusakini.com-Banyumas – Naluri seorang ibu yang dimiliki Siti Atikoh, istri Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, langsung muncul begitu melihat lukisan sosok perempuan yang menggendong bayi. Bukan sekadar menggendong, dalam lukisan tersebut digambarkan perempuan itu juga tengah memegang surat suara. 

Warna cokelat mendominasi sapuan warna pada lukisan itu. Seorang perempuan bertudung mendekap erat bayi yang mengenakan kaos bergambar gedung parlemen. Matanya terpejam, semacam ada doa yang dia haturkan untuk anak yang tak tampak ekspresinya itu. 

“Dia ini wanita marginal yang hendak menitipkan nasib anaknya pada kontestasi Pemilu. Makanya dia ingin pergi ke tempat pemungutan suara menentukan pilihannya untuk anggota DPR RI, agar kelak nasib atau masa depan anaknya jauh lebih baik dari dirinya. Di sisi lain, raut terpejamnya mata, ada semacam luapan rasa semeleh, menerima berbagai keadaan dirinya,” kata Atikoh. 

Penafsiran ibu satu anak itu diberikan saat Ganjar melihat lukisan karya Rayung Purbantara. Seolah tepat dengan penafsiran dari Atikoh, lukisan itu pun ternyata berjudul “Di Mana Masa Depanku.” Karena ragu akan penafsiran filosofis yang baru saja diucapkan, Atikoh mencoba mencari pembenaran dari pelukisnya langsung. Rayung yang hendak menjawab pun tampak tersenyum malu. 

“Makanya, lukisan ini saya beri judul ‘Di Mana Masa Depanku,’ yang seolah-olah jadi ungkapan si anak kecil dalam gendongan itu. Sementara ibunya lah yang mencoba membuka tapak masa depannya,” ungkap Rayung.

Lukisan karya Rayung itu jadi satu dari sekian puluhan lukisan karya 18 pelukis pada pameran seni rupa di Galeri Seni Kampoeng Maen, yang terletak di sisi Jalan Raya Baturraden KM 7, Banyumas. Mereka menggelar pameran selama satu bulan sejak 31 Maret silam dan berakhir, Rabu (1/5) . Atikoh keliling galeri tersebut mendampingi suaminya, Ganjar Pranowo yang juga menutup pameran tersebut. 

“Saya sangat berbahagia ketemu teman-teman seniman dengan karyanya yang sangat khas ini. Pusat kesenian Jawa Tengah bagian selatan barat ini ya Banyumas, yang diapit Gunung Slamet dan Sungai Serayu, yang bermakna diapit keselamatan dan kemakmuran,” beber Ganjar. 

Filosofi letak itulah, imbuh gubernur, yang mendorong para perupa untuk terus berkarya. Ada tiga ruang yang digunakan untuk memajang lukisan beragam aliran itu. Naturalisme, impresionisme, futurisme, dekoratif, surealis hingga absurd. Meski di pinggir jalur utama Kabupaten Banyumas, galeri tersebut tak terasa bising ataupun pengap. 

“Tentu saja boleh kita buat pameran yang akan kita sampaikan kepada luar. Seperti di Magelang ada ruang pameran di gang sempit, tengah kota Galeri OHD, ternyata orang-orang bisa datang ke sana. Saya harap Omah Maen ini bisa didorong untuk bisa seperti itu,” paparnya. 

Bagi orang nomor satu di Jateng ini, ruang-ruang kesenian seperti Galeri Seni Kampoeng Maen itu mampu jadi jujugan utama jika orang-orang hendak merilekskan jiwanya. Sebab di tempat tersebut orang mampu mengasah kepekaan serta imajinasi. 

“Inilah sebenarnya yang membuat orang bahagia karena mikirnya tidak rumit-rumit, tapi ekspresif, kejiwaan, kemanusiaan dan toleran. Karena perasaannya luar biasa dan dikeluarkan lewat coretan-coretan yang imajinatif,” ujarnya. 

Tapi, lanjut Ganjar, mereka diminta tak melupakan regenerasi. Terlebih dengan potensi ketokohan serta letak yang dimiliki masyarakat Banyumas. Bahkan saat berkeliling di tiga ruang galeri itu, Ganjar beberapa kali terpukau lukisan karya perupa muda Banyumas, Setyo, yang memiliki spesialisasi pelukis impresif. 

“Tadi ada pelukis muda yang otodidak, kerenlah. Apalagi kalau ini jadi cikal bakal orang untuk belajar seni. Mudah-mudahan banyak generasi-generasi baru yang jadi seniman hebat,” tandasnya.(p/ab)